Senin, 22 Maret 2021

KISAH DIBALIK JAJAN GORENGAN.




Membeli jajan gorengan buat saya bukan hanya sekedar membeli jajanan goreng  khas orang desa yang kebanyakan berbahan dari ketela, tapi ada makna mendalam ,terkesan sekaligus memiliki jasa bagi keluarga orang tua saya. 

Gorengan seperti danglem ( dari ketela parut trus di dalamnya diberi parutan kelapa dan gula,  dibentiuk lonjong, tape goreng yang juga biasa disebut rondo royal, singkong goreng,  kleyem ( dari ketela rambat dikukus dihancurkan dibentuk bulat trus digoreng), ada juga jajan ote-ote berbahan tepung tligu dicampur sayuran kobis, worte da lainnyal.entah kenapa namaya jajan kok ote ote, apa kira-kira dulu pebuat jajanan ini dengan ote -ote, yang orang jawa istilah tidak pakai baju atasan. 

Saya memiliki enam saudara, yang tiga i# laki yang tiga perempuan. Saya anak nomer  empat. B  mkami dari keluarga petani yang untuk mencukupi kebutuhan sehari -hari harus bekerja keras dan melakukan usaha-usaha yang bisa menambah penghasilan  untuk mencukupi kebutuhan keluarga,  diantaranya berjualan gorengan.

Maklum, memiliki banyak anak yang masih belum mandiri yang orang desa menyebutnya remuwet  menjadi pembicaraan miring para tetangga. Terlebih bila dari keluarga yang kurang mampu seperti keluarga kami. 

Ibuk saya membuat jajanan gorengan danglem, gyang menjajakan kakak saya nomer satu dan nomer dua yang laki laki. Cara menjajakan dengan berkeliling desa,berjalan kaki dengan membawa gorengan yang diwadahi ember ditup plastik dan disunggi diatas kepala. .

Saya masih ingat dulu masih kecil saya pernah ikut kang Pardi  kakak kedua  untuk ikeliling menjajakan gorengan  dengan rute Jati, Balesono, Mirigambar. Kang Pardi tangan kananya memegang ember di kepala, sementara tangan kirinya menggandeng tangan saya. itu adalah kisah yang tidak terlupakN buat saya. 

Diseppanjang jalan kita sangat berharap mendengar orang memanggil gorengan dan membelinya,  Manakala ada yang membeli kita sangat senang dan seolah menghilangkan kelelahan kita menempuh perjalanan. kami melakukan pekerjaan itu dengan senang hati dan tidak malu ,walaupun banyak juga yang seolah memandang usaha kami sebagai suatu hal yang kurang enak dirasakan. 

Kami tidak berputus asa manakala jajanan kita tidak habis. Orang tua saya menanamkan kepada kita untuk selalu mensyukuri berapapun rizki yang kita terima. Kita dipesan untuk  tidak malu dalam melakukan perbuatan atau pekerjaan yang penting halal. Kewajiban kita berusaha mencari rizki, sedang hasilnya adalah  kemurahan dari Alloh yang Maha memberi rizki. Yang penting kita harus tetap bersyukur, insyaalloh akan cukup. 

Kami juga diajari untuk mengukur sesuatu sesuai kondisi dan kemampuan kita, jangan dari kondisi orang lain. Kita diajari untuk tidak mudah menyerah dan tetap berusaha,dan dengan saudara harus rukun. Jangan merasa sakit hati bila mendengar orang lain membicarakan kita sebagai penjual gorengan atau karena kita memiliki banyak saudara. 

Pesan -pesan orangtua itu sangat membekas bagi kami,  kegetiran dan kekompakan anggota keluarga kami ternyata memang ada hikmah yang luar biasa dan memberi bekal perjalanan hidup kami. 

Alhamdulillah kami berenam yang dulunya waktu kecil menjadi pembicaraan, ternyata justru jadi harta berharga yang tidak ternilai,  dengan kekompakan dan hubungan yang sangat kuat kami sangat kompak. Itupun juga kita tanamkan kepada anak anak kami. Anak saudara saudara ibarat anak kita sendiri. 

Beberapa waktu yang lalu saya pernah ketemu seorang anak laki laki kira kira kelas 6 MI dan adiknya perempuan yang usianya sekitar sepuluh tahun berboncengan membawa sepeda dan menenteng tas yang ada pegangannta sambil berteriak gorengan-gorengan. 

Lokasinya di desa Sumberingin kulon,  begitu saya mendengar suara anak ini menjajajakan dagangannya,  langsung saya ingat itu pernah saya alami,  saya salip anak itu dan bilang,  dik berhenti saya mau beli gorengannya. 

Si anak menghentikan sepedahnya, sambil saya menunggu si kakak memasukkan jajanannya ke dalam kresek saya tanya mana rumahnya dan kelas brapa? Sayapun juga melihat raut wajah girang pada kedua anak itu karena jajanannya laku, seperti yang juga pernah saya rasakan. 

Nah pada malam minggu kemarin putri kecilku mita kerumah pakdenya di Kalidawir mau minta ikan koki yang lucu kepada mas fahim putranya kang pardi. Saya membawa jajanan gorengan yang kita beli di pinggiran jalan. 

Saat kita makan gorengan kita pun ingat masa masa jadi penjual gorengan. Kakak saya juga bercerita dan suamiku mendengarkan. Kita pun tak jarang untuk janjian untuk berkumpul di rumah mbok e,  terutama bila afik perempuanku yang domisilinya di Ponorogo lagi mudik. 

Berkumpul dengan para saudara dan para ponakan adalah hal yang sangat menyenangkan,  dengan dengan gojekan dan berbagai cerita masing-masing yang menghibur kita ketawa bareng ditemani cemilan atau menikmati masakan yang tentunya sangat khas dan tidak asing di lidah kita. 

Masakan imbok atau ibuk bagi kami adalah masakan yang paling enak dibanding dari masakan warung manapun,  mungkin karena itu adalah rasa masakan yang  pertama kali pernah kita rasakan dan mungkin karena masa kecil kita jarang menikmati masakan warung. 

Maka menjadi hal yang pertama yang kuta tuju bila ke ke rumah mbok e kita menuju meja di dapur,  membuka irek atau penutup nasi untuk menikmati masakan faforit,  Apapun masakannya tetap dua jempol nilai kenikmatannya. 

"" Crah agawe bubrah, rukun agawe Santoso"

Trenceng, 23-3-2021






1 komentar: