dok. Saat wisuda S2 dari baju merah hati, bpk Mudakir, bapak Tohir (almhm) b. muwahiddah, b. Dzaizatin/ yu titin,, b. siti Munawaroh, Saya, pak Ari suaminya yu Titin dan gus latif/ bpk. Abdul Latif.
Membuat suatu karya tulis merupakan suatu hal yang wajib dilaksanakan bagi para mahasiswa, dan menjadi suatu beban tersendiri terutama dalam penyusunan TESIS tak terkecuali saya dan teman - teman para mahasiswa S2 angkatan pertama di STAI diponegoro Tulungagung.
Dari segi usia kebanyakan sudah berada di usia kepala empat, maka dalam membuat TESIS sebagai tugas akhir perlu suatu perjuangan tersendiri. Dan bersyukurnya kita sangat kompak dan saling memotifasi dan mendukung.
Dalam kelas kita ada 38 Mahasiswa yang memiliki komitmen kita masuk kuliah bersama dan harus berusaha bisa lulus bersama. Nah kendala untuk bisa lulus itu manakala kita diujung tugas akhirnya. .
Dalam upaya untuk menguatkan komitmen diatas upaya yang kita lakukan saling memberi dan menguatkan energi motifasi baik secara intrinsik maupun motifasi ekstrinsik.
Kebetulan kita memiliki dua teman mahasiswa yang dari munjungan yang menurut kita bisa dijadikan tokoh inspiratif waktu itu. Beliau adalah Bapak KH. Abdul Latif dan bapak Mudakir.
Kenapa beliau berdua kita jadikan tokoh inspiratif sebagai fitamin menguatkan motifasi ekstrinsik? Diantaranya karena beliau termasuk mahasiswa yang sangat istiqomah dalam mengikuti kuliah walaupun harus menempuh jarak jauh dan medan yang cukup menantang yaitu Munjungan.
Selain p. Mudakir an pak latif yang jadi motifikasi kita ada b. DZAIZATIN yg akrap dengan sebutan yu TITIN dan suami yang setia, juga P. TOHIR yang saat ini sudah berpulang ke hafirot Yang Kuasa.beliau dari jecamatan Ngaho kabupaten Bojonegoro, yang kuliah bersama kita harusmenempuh perjalanan Desirae 5 jam, berserk Kala puking Peri 10 jam.
Perkuliahan kita dilaksanakan setiap hari jumat dan sabtu mulai jam 14.00 sampai jam 21.00 WIB. dan dari ceriata beliau berdua pulang kuliah sampai di rumah bisa pada jam 24.00 atau dinihari jam 01.00 terutama pada musim hujan.
Saya dan beberapa teman berencana untuk napak tilas perjalanan ke Munjungan sekaligus silaturrohim ke beliu berdua. Pada hari yang sudah disepakati degan start kumpul di rumah Bapak Agus Sulistiono di desa Melis , ternyata yang akirnya bisa ikut ada delapan orang termasuk saya.
Perjalanan kita dengan empat sepeda motor yang sudah kita pastikan kesehatannya. Dan sampai di pasar kampak kita berhenti sejenak disuatu warung dan kita sepakat untuk naik dengan sepeda dan menentukan para sopir yang benar -benar siap untuk menyusuri jalur kampak munjungan.
Ini merupakan pengalaman pertama saya menempuh jalur ke Munjungan dengan naik sepeda montor dan dengan joki dari kita sendiri, ebelumnya sudah beberapa kali kesini dengan naik mobil dan sopir orang sini.
Sepanjang perjalanan tidak hentinya saya berdoa skaligus menikmati keindahan dan kejutan dari kelokan jalur yang dilalui dan lebih asyik daripada dengan mobil. Karena sudah pernah melewati jalur ini ketakutan kita tidak seperti pada kunjungan yang pertama. Subhanalloh Munjungan memang indah dan penuh keramahan.
Setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam dengan jalan berkelok - kelok dan waktu itu banyak jalan yang rusak tibalah kita di daerah datar dan tertulis kecamatan Munjungan.
Kita tanya pada orang tentang ndalemnya pak Abdul latif, Orang laki -laki itu menjawab "oo... Bade dateng Gus Latif gih? Seraya beluau langsung menuju motornya yang diparkir menyampaikan, kulo santrinipun gus latif, monggo kulo dugekne dateng ndalem beliau.
Laksana memiliki pemandu wisata,Alhamdulillah kita sampai ke ndalem pak Latif dengan lancar dan selamat. Kita disambut beliau dan keluarga dengan hangat. Dan para joki motor seolah melepas esensi ketegangan selama perjalanan mereka menyelonjorkan tubuh dan melepaskan kepenatan di alas berkarpet pak Latif.
Dan seolah diberi kejutan tersendiri, ternyata pak Latif tau bahwa saya banyak memiliki teman alumni dari PGAN tulungagung, dan masih termasuk sanak saudara beliau,dihubingi dan dibertahukan bahwa saya lagi di ada di ndalem beliau.
Jadilah kita seperti Reunian dan para teman tadi tidak menyangka yang semula kita berdelapan menjadi rame dengan akrap. Karena mereka juga dari para alumni PGA diatas angkatan saya.
Kang Fatkurrohman yang juga keponakan pak Latif dengan alat kususnya menyiapka dan membuka buah durian yang sudah disiapkan keluarga pak Latif. Terus terang saya menghadapi duruan ada pertarungan batin. Saya dulunya begitu membau durian itu kepala pusing dan tidak tahan dan dak berani makan.
Nah pada kesempatan ini batin saya berkecamuk ambil suatu sikap, demi menghormati usaha dan suguh gupuh dan aruhnya tuan rumah maka saya beranikan untuk turut menikmati buah durian ini. Selain itu saya yakin kalau tidak ikut makan gara gara dak doyan dalam bahasa jawa, pastiya akan jadi bahan gojlokan atau guyonan konco-konco.
E.... Pada saat kita rame - rame menikmati durian tanpa kita sadari bahwa salah satu teman kita kok lenyap tanpa pamit yaitu pak Hamdani... Ditengah perbincangan kita mencari ternyata beliau muncul diantar orang.
Usut punya usut ternyata beliau juga tidak tahan bau duren dan tidak erani makan sehigga waktu kita sibuk menikmati durian, beliau inisiatif untuk jalan jalan ke pantai Blado yag ujungnya lupa jalan ke dalemnya pak latif sehingga lagi -lagi ada yang mengantarkan pulang.
Benar saja tak berani makan duren jadi bahan keseruan perbincangan dan gojlokan kita. Dibalik gojlokan terkait durian kita juga membicarakan tentang perjalanan ke Munjungan ini.
Pak Koiruddin suja'i dengan logat khasnya membuka perbicangan" la iyoto Gus Latif kalih pak Mudakir sing adohe koyo ngene dalane koyo lempitan klambi, keroyo-royo tolabul ilmi sampek kampus Dipo , mosok awak awak dewe kalah karo beliau berdua"
Teman lain menimpali, la iya aku jadi malu dengan semangat beliau, yang istiqomah dan jarak dan kesulitan medan yang dilalui tidak jadi penghalang, mosok kita tidak bisa sampai finis dengan semangat bersama.
Gus Latif dan pak Mudakir senyum - seyum dengan keumekan kita dan dawuh ndak usah dibahas yang penting yo tesis kita do diatasi... Dilakoni wae ko lak teko finis bareng.
Itu bagi kita suatu suntikan energi literasi dalam penyelesaian tugas akir ini. Selanjutnya Pak Latif mebgajak kita ke tempat yabg lebih luas dan mendekati suatu pemanggangan ikan. Ternyata kita sudah disiapkan ikan laut yang segar dalam proses pembakaran dan sambal tomat serta lalapan yang benar benar mantap surantap.
Tak tanggung tanggung ikannya cukup besar besar dan masih utuh laksana kambing guling. Kita harus ambil sendiri dan tidak boleh berbagi. Sambil guyonan saya bilang, gus Latif la ini ikan satu kalau firumah cukup untuk jamaah orang seruah masak ini harus dihabiskan sendiri? ..
Celetukan dari kang Suhuddin teman PGA yang juga asli Munjungan begini, la ini bedane nek Munjungan cedek laut karo nek Tulungagung. Lek nek Tulungagung iwak iku dadi lawuhe lek nek kene dirubah iwak e sing okeh lan nasine rubah dadi lawuh.... Tak ayal semua temen tertawa bersama dengan mengacungkan jempol.... dan ada juga yang mengatakan, masuk akal dan cerdik.
Sayapun jadi ingat dulu itu jeng Sri purwati tem PGA kita kaoau libur sekolah pasti nambah libur satu minggu. Kalau ditanya gurunya alasan yang disampaijan " wah oak jalur munjungan kan sangat sulit, sehingga kalau mau turun ya menunggu bejal yang cukuo, ini masih menunggu panen cengkeh pak " wah waktu itu warga munjungan memang terkenal dengan berjaya dengan hasil cengkehnya.
Stelah kita menyantap hidangan nan mantap surantap, silaturrohim kita lanjutkan ke ndalem pak Mudakir yang juga disambut dengan luar biaa ramahya oleh anggota keluarga. Kita dengan para anggota keluarga sangat akrab karena beberapa watu sebelumnya kita ada kegiatan ziaroh wali Jawa Tmur yang diikuti oleh temen temen dan anggota keluarganya, termasuk keluarga dari pak latif dan p. Mudakir ini.
Dan yang tidak diketahui oleh para teman bahwa antara pak MUDAKIR dan PAK ABDUL LATIF dalah saudara kandung ,teman teman seolah tidak percaya dan mengklarifikasi debgan pak mudakir. ramailah perbincangan kita membahas dua saudara ini,.. sementara orang yang jadi perbincangan cuma senyam senyum dengan gaya khasnya.. Bagaimana percaya, dari raut muka, postur tubuhnya memang berbeda. Kalau gus latif tinggi dan ramping, rambut lurus, kalau pak mudakir tinggi besar dan rambut keriting.
Saya tau bahea beliau berdua bersaudara adalah waktu kebersamaan dengan istri beliau saat ziaroh.
Stelah tau itu teman teman nengamati dan seolah membandingkan manakah yang sama dari kedua kakak beradik yang merupakan tokoh berpengaruh di Munjungan ini? Keusengan kita ditandai dengan foto bersama dan menyandingkan kedua saudara kakak adik ini.
Keluarlah anak anak pak mudakur dan istrinya membawa durian juga tali rafia yang sudah dipersiapkan. Dan Pak Mudakir menyampaikan, durian ini monggo sebagai oleh oleh untuk kluarga ,kitapun bingung bagaimana cara membawanya? Kita tali tali dengan rafia kita tata bergelantungan di pinjakan kaki. Tapi waktu di jalan yang harus berkelok-kelok maka ngurusi duren jadi tambahan kita.
Sungguh suatu silaturrohim yang penuh hikmah dan membawa berkah, dari sini energi literasi untuk menutaskan TESUS meningkat, dari yang suka durian menjadi penikmat durian. Lan Alhamdulillah akirnya kita bisa menyelesaikan proses yolabul ilmi dikampus tercita kita STAI diponegoro Tulungagung, trimakasih para dosen dan para sdulur semoga jalinan paseduluran kita tidak berakir dengan adanya pengukuhan sarjsna S2.
Munjungan dikau tempat yang cukup berkesan dan tetap menjadi suatu kenangan.
Tentang kunjungan ke Munjungan kali ini masih ada kelanjutan di episode selanjutnya dilengkapi dengan pantai terinahnya. Di episode selanjutnya.
Trenceng 2 ?op 2020